This paper is made as a contribution for the book "Pijar Paradharma", a book dedicated to Ir. Diyan Sigit, lecturer of Department of Architecture, University of Indonesia (UI) for his 72 years birthday and dedication for the Department. The cover of this book was also designed by Sigit Kusumawijaya.
Sebuah Kenangan Manis dari Seorang "Bapak" yang Murah Senyum & Berdedikasi Tinggi
by: Sigit Kusumawijaya
Sebagai mahasiswa, saya mengenal bapak Diyan Sigit ketika saya mengambil mata kuliah Perancangan Arsitektur akhir atau PA-C ketika semester 8, tepatnya bulan September 2002. Sebelum mengenal beliau, saya sudah banyak mendengar cerita dari rekan-rekan mahasiswa senior sebelumnya tentang beliau. Mereka berpendapat bahwa beliau adalah seorang yang ramah, murah senyum, suka membantu orang lain tanpa pamrih, disiplin, dan mempunyai pengabdian yang sangat tinggi terhadap pekerjaan yang beliau tekuni. Maka, ketika saya tahu bahwa dosen pembimbing yang akan membimbing saya dan kelompok saya (ketika itu Sigit Kusumawijaya, Belmeier Raymond, Ova Candra Dewi, Deuxiene Hadiningtyas (Dede), Ih Ven, Rany Nasir dan Retno Dwi Wulandari) dalam mata kuliah PA-C adalah beliau, saya sangat senang. Begitu juga ketika ternyata saya berkenalan langsung dengan beliau, seketika itu juga saya membenarkan apa yang diceritakan orang-orang mengenai beliau walau hanya dengan melihat wajahnya yang murah senyum itu.
Saya mengenal secara dekat dengan beliau memang hanya 1 semester, yaitu ketika bapak Diyan Sigit menjadi dosen pembimbing untuk perancangan akhir saya tadi. Namun perkenalan yang dirasa singkat tersebut masih tetap membekas dihati saya. Ini disebabkan karena ternyata setelah mata kuliah tersebut berakhir bahkan hingga sekarang, setiap kali saya bertemu dengan beliau, beliau masih ingat dengan saya secara dekat (mungkin karena ada kesamaan nama Sigit juga), bahkan setiap kali bertemu beliau selalu ingat dan menanyakan tentang kegiatan atau pekerjaan yang saya lakukan terakhir kali yang saya ceritakan kepada beliau. Hal itulah yang membuat saya menilai bahwa beliau memang benar-benar orang yang sangat memperhatikan orang lain tanpa memandang orang lain tersebut.
Karena saya juga seorang staff pengajar atau asisten dosen untuk Departemen Arsitektur UI hingga tulisan ini dimuat, saya masih sering bertemu dengan beliau setiap kali beliau hadir di kampus. Momen tersebut selalu saya manfaatkan untuk bersilaturahmi kembali atau sowan dengan beliau serta berdiskusi dan meminta pendapat tentang apa yang saya kerjakan belakangan, karena beliau selalu memberi saran, masukan, nasehat bahkan kritik dengan tangan terbuka.
Ketika saya masih mahasiswa pun, beliau tidak segan-segan untuk memberi masukan dan kritik kepada setiap mahasiswa yang meminta asistensi terhadapnya bahkan dengan mahasiswa yang bukan dari kelompok yang dibimbingnya ataupun mahasiswa lain yang sedang mengambil Perancangan Arsitektur lain. Secara pribadi dan juga teman-teman angkatan saya (’99), kami juga pernah merasakan kedekatan yang lebih dengan beliau. Ketika itu, bulan November 2002, pak Diyan Sigit dan keluarga menyediakan tempat berupa villa kepada angkatan kami untuk mengadakan acara kumpul bersama. Masih teringat, ketika itu kami dengan lepasnya bisa bercengkerama dengan beliau beserta istrinya yang juga ikut hadir. Bahkan keesokan paginya, kami juga sempat berpoco-poco ria dengan istri beliau di villa tersebut. Kesan lainnya yaitu ketika kelompok PA kami membuat kejutan untuk ulang tahun beliau pada tahun 2002, beliau sangat terkejut dan tidak menduga bahwa ternyata mahasiswa-mahasiswanya membuat acara seperti itu. Kesan dan pengalaman tersebut patut kami syukuri karena mungkin tidak banyak yang dapat mengenal beliau secara lebih dekat seluruh mahasiswanya dalam satu angkatan. Ini adalah bukti bahwa beliau adalah sosok pembimbing yang mempunyai sifat “kebapakkan” yang mudah dekat dengan anak-anak yang dibimbingnya tanpa pilih kasih.
Sikap disiplin yang tegas dan dedikasi yang tinggi juga tetap terjaga dalam dirinya yang murah senyum tersebut. Teringat juga ketika saya masih mahasiswa, anak-anak cenderung membandel dan menghindari bertemu dengan dosen jika pekerjaan PA-nya belum selesai, sementara pak Diyan Sigit tetap disiplin untuk selalu datang pada mata kuliah yang diajarkannya. Kemudian beliau akan menelpon mahasiswa-mahasiswa yang bandel tersebut satu per satu untuk tetap datang dan asistensi pekerjaannya sejauh yang telah diselesaikannya walaupun belum selesai banyak. Seperti halnya, ketika saya harus minta ijin sebentar, kira-kira seminggu, untuk ikut berpartisipasi dalam Temu Karya Ilmiah Mahasiswa Arsitektur Indonesia (TKI-MAI) XIX 2002 di Padang yang menyebabkan saya harus absen dari PA, pak Diyan Sigit masih sempat menelepon saya dari Jakarta ke Padang untuk menanyakan keadaan saya dan memberi nasehat kepada saya untuk tetap memikirkan tugas PA-nya. Kepedulian terhadap orang lain serta terhadap institusi yang beliau abdikan sangatlah tinggi. Sejauh yang saya tahu beliau telah mengabdi kepada Fakultas Teknik UI sejak 1965, atau mungkin lebih lama dari itu. Ini merupakan sebuah dedikasi yang sangat tinggi yang dilakukan seseorang selama lebih dari 40 tahun terhadap lembaga khususnya Departemen Arsitektur FTUI.
Di dalam bidang yang beliau geluti, yaitu arsitektur, beliau sangat menekankan pentingnya kegunaan atau fungsi, utilitas serta kontekstualitas sebuah bangunan yang akan dirancang. Saya masih teringat akan kritik beliau ketika sidang PA-C saya. Kritisi beliau tentang kurangnya fungsi utilitas bangunan yang saya rancang, ketika itu merancang bandara Halim Perdana Kusuma, baru benar-benar saya sadari dan rasakan setelah saya merasakannya di dunia kerja, bahwa ternyata fungsi utilitas harus benar-benar diperhatikan, jika tidak akan membuat sistem utilitas bangunan tersebut tidak bekerja dengan baik. Dan ternyata merancang sistem utilitas dengan baik memang sangatlah sulit dan dibutuhkan pengetahuan yang lebih mendalam. Begitu juga halnya dengan fungsi bangunan, beliau selalu lebih memprioritaskan fungsi daripada bentuk bangunan walaupun beliau juga percaya bahwa keduanya penting untuk diperhatikan. Selain itu menurut beliau, bangunan yang dirancang harus sesuai dengan konteks bangunan tersebut berada dan kapan dibangunnya. Beliau juga lebih menekankan agar bangunan yang dirancang di Indonesia harus mencerminkan arsitektur Indonesia dan sesuai dengan konteks seperti kondisi geografis, bentuk harus beradaptasi dengan iklim setempat, fisika bangunannya harus lebih diperhatikan, tinjauan budaya, dan lain-lainnya.
Mudah-mudahan semua kesan dan pengalaman saya secara pribadi untuk dapat mengenal beliau dapat bermanfaat bagi saya untuk dapat berkarya lebih baik. Selain ilmu dan pengalaman yang dapat saya serap dari beliau, saya juga berharap agar dapat mengikuti dan mempraktekkan sifat-sifat teladan beliau sebagai sebuah pelajaran pengalaman dalam hidup.
Selamat ulang tahun pak Diyan Sigit, terima kasih atas semua yang telah bapak berikan kepada saya dan mohon maaf jika selama ini atau dalam tulisan saya ini ada kata atau prilaku yang kurang berkenan buat bapak.
Jakarta, 18 Desember 2005
- Sigit Kusumawijaya -
Work Description:
Title: "Sebuah Kenangan Manis dari Seorang “Bapak” yang Murah Senyum & Berdedikasi Tinggi"
Writer: Sigit Kusumawijaya
Cover Design: Sigit Kusumawijaya
Status: Contribution Paper for PIJAR PARADHARMA, 72 tahun Ir. Diyan Sigit P., Published by Departemen Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia
Year: 2006
Achievement:
* Published on PIJAR PARADHARMA, 72 tahun Ir. Diyan Sigit P., by Departemen Arsitektur, Fakultas Teknik, Universita Indonesia, 2006
No comments:
Post a Comment